Jenazah Mochtar Lubis Telah Dimakamkan (KCM)

Kompas Cyber Media
Updated: Sabtu, 03 Juli 2004, 14:28 WIB

Jenazah Mochtar Lubis Telah Dimakamkan
Jakarta, Sabtu


Jenazah wartawan senior dan budayawan Mochtar Lubis, Sabtu (3/7) siang
dimakamkan di TPU Jeruk Purut, Jakarta Selatan. Pusara Mochtar terletak di
samping makam istrinya, Siti Halimah, yang meninggal pada 27 Agustus 2001.

Mochtar meninggal pada Jumat (2/7), pukul 19.00 WIB, di Rumah Sakit Medistra,
Jakarta Selatan, karena penyakit paru-paru.
Mochtar meninggalkan tiga anak,
dua lelaki dan satu perempuan.

Dalam prosesi pemakaman yang dihadiri ratusan kerabat dan handai taulan itu,
jenazah dimasukkan ke liang lahat tepat pukul 13.00 WIB. Tampak di antara para
pelayat Ketua PWI Pusat Tarman Azzam, para wartawan senior Aristides Katoppo
dan Rosihan Anwar, Des Alwi, sastrawan Ramadhan KH, pengacara senior Adnan
Buyung Nasution, dan beberapa wartawan senior lainnya. Mereka menabur bunga di
pusara almarhum.

Sementara itu, di sekeliling pusara Mochtar ada karangan-karangan bunga tanda
turut berduka cita dari antara lain Presiden Megawati Soekarnoputri, Taufik
Kiemas, Adnan Buyung Nasution, dan Kepala BIN Hendropriyono.

Puluhan wartawan media cetak dan elektronik turut meliput prosesi pemakaman
tersebut.

Mochtar lahir di Padang, Sumatera Barat, 7 Maret 1922. Ia si nomor enam dari
10 bersaudara. Ayahnya, Raja Pandapotan Lubis, pegawai Pangreh Praja atau
Binnenlands Bestuur (BB) pemerintah kolonial Hindia Belanda, yang ketika
pensiun pada pertengahan 1930-an menjabat sebagai Demang atau Kepala Daerah
Kerinci.

Mochtar tamat sekolah dasar berbahasa Belanda, HIS, di Sungai Penuh. Kemudian,
ia melanjutkan studinya di sekolah ekonomi partikelir di Kayutanam. Pendidikan
formalnya tidak sampai pada taraf AMS atau HBS.

Sebelum hijrah ke Jakarta, Mochtar sempat menjadi sempat menjadi guru sekolah
di Pulau Nias, Sumatera Utara. Ia mengawali karier kewartawanannya dengan
menjadi Redaktur Radio Militer. Pada 1945 ia bekerja sebagai wartawan di LKBN
ANTARA, lalu pindah ke Harian Merdeka.

Almarhum juga pernah menjadi pemimpin redaksi di sejumlah penerbitan seperti
majalah Mutiara, harian Indonesia Raya, dan majalah sastra Horison. Ia pernah
pula menjadi Direktur Yayasan Obor Indonesia, yang banyak menerbitkan buku
sosial, sastra, dan budaya.

Sejumlah penghargaan telah diperolehnya. Antara lain, Ramon Magsaysay dari
Filipina (1974) dan Pena Emas dari World Paper, sebuah wadah pemimpin redaksi
sedunia. Ia juga telah menerima sejumlah hadiah sastra dari Badan Musyawarah
Kebudayaan Nasional untuk sejumlah karyanya.

Bersama sejumlah sastrawan lain Angkatan 66, seperti Taufik Ismail, Mochtar
turut berperan dalam melawan para sastrawan kiri yang tergabung dalam Lembaga
Kebudayaan Rakyat (Lekra) dengan tokohnya Pramudya Ananta Toer.

Selain Harimau-Harimau, beberapa novel karya Mochtar yang terkenal adalah
Senja di Jakarta, Jalan Tak Ada Ujung, Berkelana dalam Rimba, dan Maut dan
Cinta. (Ant/Ati)

http://www.kompas.co.id/gayahidup/news/0407/03/143503.htm